√ Orang Bau Tanah Berlomba-Lomba Menyekolahkan Anaknya Di Sekolah Favorit ! Agar Apa Coba?

Lomba Menyekolahkan Anaknya Di Sekolah Favorit  √ Orang Tua Berlomba-Lomba Menyekolahkan Anaknya Di Sekolah Favorit ! Biar Apa Coba?
Banyak orang renta berlomba-lomba menyekolahkan anaknya di sekolah favorit. Karena kualitasnya, lingkungannya, fasilitasnya, atau harganya? Eh.

Dalam acara yg sedang syahdu-syahdunya, sambil scroll-scroll timeline Instagram, saya menemukan sesuatu yang (cukup bikin membelalak). Dalam sebuah postingan milik Zaskia Adya Mecca beserta anak terakhirnya serta Annisa Azizah—plus anaknya yg gres lahir, Zaskia menyentil Annisa buat segera mendaftarkan anaknya ke sekolah. Mendaftarkan anak ke sekolah ini, menurutnya paling lambat satu bulan sehabis anaknya lahir. Supaya anak Annisa tak kehabisan slot dingklik buat sekolah. Tunggu, satu bulan sehabis lahiran udah didaftarin sekolah?
Lomba Menyekolahkan Anaknya Di Sekolah Favorit  √ Orang Tua Berlomba-Lomba Menyekolahkan Anaknya Di Sekolah Favorit ! Biar Apa Coba?
Saya terkejut dan tentu saja penasaran. Biasanya yang ada di pikiran orang kebanyakan, selesainya anak lahir, hal yg ribet yakni menyebarkan si buah hati tadi sertifikat kelahiran. Boro-boro mendaftar sekolah.

Setelah admin usut arah pembicaraan tadi, ternyata yang dimaksud mendaftar sekolah yakni melaksanakan booking ke PAUD serta Taman Kanak-kanak favorit semoga nanti kelak anaknya bisa duduk di sekolah tadi. Info yg saya terima, ternyata beberapa sekolah tersebut menerapkan sistem waiting list, Saudara-saudara.

Saya cukup heran bersama perkembangan jaman. Jangankan punya pengalaman daftar-daftar PAUD, duduk di tingkat Taman Kanak-kanak saja saya hanya setahun.

Mengetahui kebenaran itu, saya jadi makin bersemangat menyidik komentar-komentar pada postingan tersebut. Dalam isu ibu-ibu di kolom komentar, saya menemukan fakta yang lebih mencengangkan.

Tidak hanya PAUD dan Taman Kanak-kanak saja yg bisa waiting list, registrasi daycare pun ternyata serupa. Bahkan di beberapa komentar yang muncul, mereka mendaftarkan anaknya ke daycare semenjak si buah hati tadi masih pada kandungan. Eh, nggak sekalian pas masih dalam perencanaan bikin anak, nih?

Fenomena di atas kemudian jadi materi refleksi bagi aku. Seperti apa sekolah yg difavoritkan itu? Sampai bikin orang renta sebegitu visionernya, rela-rela aja daftarin anaknya yg gres lahir. Apakah apabila nanti saya mempunyai anak perlu buat memasukannya ke sekolah favorit? Bahkan lebih jauh lagi, apakah anak saya kelak mau sekolah di lokasi yang admin pilihkan—yg terbaik berdasarkan admin?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi tentu tidak akan sama bagi setiap orang. Berbagai macam faktor mampu menghipnotis preferensi orang renta buat menyekolahkan anak. Mereka yg tinggal di kota-kota besar, sangat dimungkinkan terbiasa bersama istilah “sekolah favorit”, “sekolah biasa saja” atau bahkan “sekolah buangan”.

Tapi kita tengok misalnya di beberapa daerah, bahkan terdapat yang terpaksa mempunyai jargon “satu kecamatan satu sekolah”. Itu pun syukur-syukur kalau terdapat PAUD/TK-nya.

Saya sendiri terkadang masih resah dengan penyebutan sekolah-sekolah favorit itu ibarat dengan apa. Oke taruhlah salah satu indikatornya yakni sekolah tadi diminati paling banyak anak karena sekolah tersebut (berprestasi) dalam berbagai ajang. Makanya, banyak “sekolah favorit” bahkan forum bimbingan mencar ilmu yang senang memamerkan siswa-muridnya yang berprestasi.

Namun yang sering lupa kita amati, “sekolah favorit” yg banyak prestasi tersebut sering kali mempunyai korelasi pula bersama input murid-siswinya yg memang telah baik. Maka, mampu jadi prestasi yg diraih atau para lulusan yg kece-kece itu, tak selalu akhir dari proses mencar ilmu di pada sekolah atau lembaganya. Dengan bisnis yg effortless sekalipun, output-nya sudah terjamin.

Dalam konteks sekolah swasta, sekolah favorit sering kali bersahabat dengan suatu hal yg prestis. Misalnya sarana-prasarana yang canggih, menunjukkan aneka macam macam agenda kursus ataupun mempunyai banyak pilihan ekstrakulikuler.


Bahkan saking banyaknya acara sang murid, kesibukannya keluar dari kesibukan orang tuanya sendiri. Bisa ditebak, sekolah bersama tipe ibarat ini akan besar lengan berkuasa pula dalam biaya yang mahal.

Bagi sebagian masyakarat kita, sekolah di tempat ibarat ini cukup bisa dibanggakan, atau bersama kata lain dipamerkan. Tidak sedikit orang renta yang besar hati bisa menyekolahkan anaknya di “sekolah mahal”. Sementara si anak akan dibikin besar hati karena ia merasa bisa mendapatkan apa pun di sekolahnya. Perhatian guru yg maksimal hingga akomodasi tiada batas. Hingga dipuaskan bersama cukup banyak pilihan wahana belajar.

Ah, sudahlah. Saya memang belum jadi orang tua, sih. Akan tetapi, semoga ketika udah jadi orang renta nanti admin tidak perlu ribet-ribet wajib nyekolahin anak saya di lokasi terbaik hanya karena cita-cita gengsi admin sendiri. Semoga segala unfinished business admin telah rampung. Sehingga, saya tidak perlu menaruh “kepentingan aku” yang belum tercapai tersebut pada anak admin.

Kasihan mereka. Harus hidup menanggung beban mimpi orang tuanya.

0 Response to "√ Orang Bau Tanah Berlomba-Lomba Menyekolahkan Anaknya Di Sekolah Favorit ! Agar Apa Coba?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel